Rabu, 25 September 2013

Adab Seorang Anak Terhadap Orang Tua


Dalam kehidupan keluarga sering dijumpai seorang anak yang menentang orang tuanya sendiri, bahkan ada yang berani melawan orang tua dengan kekerasan sampai berujung pada pembunuhan, kejadian  ini sangatlah memilukan. Dimanakah akhlak seorang anak terhadap orang tuanya yang telah membesarkan, merawat, dan membiayai hidupnya sampai tumbuh dewasa?, padahal dalam Al-Qur’an Allah Swt. Berfirman.
   Artinya: “ Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu Yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar[518]". demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya)”. (Q.S. al- An am ;151)
Ayat di atas menegaskan kepada kita untuk berbuat baik terhadap orang tua dan melarang kita untuk membunuh jiwa yang yang diharamkan menurut syareaat. Orang tua muslim bertanggung jawab untuk memelihara lingkungan bersih begi anaknya guna memenuhi hak-hak anak dalam memperoleh suasana yang dapat menyelamatkan mereka dari api neraka, pelanggaran semacam ini adalah dosa.
Banyak kejadian orang tua yang membiasakan hal buruk pada anaknya, sehingga dikemudian hari menyebabkan putra-putranya terbiasa dengan perbuatan-perbuatan dosa itu. Contoh kasus yang kita temukan dalam masyarakat, misalnya:
1)   Orang tua membiarkan anak tidak mensucikan badan maupun tempat yang dikencinginya setelah anak kencing.
2)   Orang tua menyuruh anak berbohong kepada orang lain. Misalnya, seorang datang menagih hutang, lalu orang tua menyuruh menemui orang tersebutuntuk memberitahukan bahwa orang tuanya pergi beberapa beberapa hari belum pulang, padahal sebenarnya ketika itu orang tua ada didalam kamar atau dapur. Menyuruh anak berbohong semacam ini berarti telah menanamkan akhlak tercela pada anak.
3)   Orang tua sering minum minuman keras di depan anaknya.Hal semacam ini secara tidak langsung mendidik anaknya dengan perbuatan dosa, padahal anak harus dijauhkan dari pengaruh minuman haram.
Contoh akhlak dan adab buruk lainya, antara lain :
1)        Makan dengan tangan kiri
2)        Masuk rumah tanpa salam
3)        Makan tanpa membaca bismillah terlebih dahulu
4)        Membuang muka ketika bertemu orang lain
5)        Bermasam muka terhadap orang lain
6)        Menggunjing orang lain, dll.
Upaya orang tua dalam bertaubat dari perbuatan durhaka terhadap anaknya, antara lain :
Ø Menyuruh anaknya menghentikan hal-hal buruk yang terlanjur ditanamkanya dahulu
Ø Berusaha memperbaiki akhlak buruk anaknya dengan mengajak melakukan akhlak Islam
Ø Terus menerus mengajak anaknya untuk meninggalkan akhlak yang buruk, karena akhlak semacam itu akan menjrumuskanya kedalam siksa neraka.
Ø Meminta maaf terhadap anaknya karena telah menanamkan akhlak yang buruk.
Sebaliknya, anak yang mendapati orang tuanya telah bertaubat dari kesalahanya menanamkan akhlak yang buruk hendaklah berlapang dada menerima ajakan orang tuanya untuk meninggalkan akhlak yang burukdan memulai melaksanakan akhlak Islam. Begitu juga anak membuka pintu bagi orang tuanya untuk memberikan maaf atas kesalahan terhadap dirinya pada masa lalu sehingga mengakibatkanya berakhlak buruk.[1]
Anak juga harus memiliki prilaku yang baik terhadap kedua orang tuanya. Diantara adab anak terhadap orang tua adalah sebagai berikut.
1.        Mendoakan kedua orang tua dengan penuh keikhlasan, agar diampuni segala dosa-dosanya, diberi kemudahan dalam urusan risqi, dimudahjan dalam segala urusan dan sebagainya.
2.        Mencium tangan dan berpamitan mana kala hendak bepergian jauh.
3.        Berkata lemah lembut terhadap kedua orang tua, tidak membentak serta mengucapkan kata-kata yang menyakiti hati orang tua, seperti cis, hus, dll.
4.        Mematuhi segala perintah orang tua yang tidak bertentangan dengan syareat ajaran agama Islam.
5.        Menjaga nama baik orang tua dengan tidak mengatakan kejelekan-kejelekan orang tua di depan orang lain.
6.        Memberikan kasih sayang kepada orang tua dengan tulus sebagaimana orang tua mengasihi kita dikala masih kecil.
7.        Merawat dan menjaga orang tua, terlebih apabila sudah memasuki usia renta.
8.        Selalu bersikap jujur dalam berbicara kepada orang tua
9.        Tidak melakukan perbuatan yang menyebabkan orang tua menjadi malu dan marah karena perbuatan itu tidak terpuji.
10.    Membantu mencukupi kebutuhan hidup orang tua manakala anak sudah memisahkan diri dengan orang tua.
11.    Menjalin silaturahmi dengan orang tua apabila anak memiliki tempat tinggal yang jauh dari orang tua.
Allah swt. Memerintahkan kita agar berbuat baik terhadap kedua orang tua, hal ini terdapat dalam firmanya sebagai berikut.
Artinya :” dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia”. (QS. Al- Isro : 23) .Mengucapkan kata Ah kepada orang tua tidak dlbolehkan oleh agama apalagi mengucapkan kata-kata atau memperlakukan mereka dengan lebih kasar daripada itu.
Ayat di atas memerintahkan kepada kita agar berbuat baik terhadap kedua orang tua, kita dianjurkan untuk merawat mereka manakala orang tua kita sudah lanjut usia. Allah melarang kita membentak orang tua kita dengan perkataan “ah” atau kata-kata yang lain sejenisnya yang bisa menyakiti hati orang tua. Sebaliknya kita diperintahkan untuk berkata yang baik kepada kedua orang tua kita dengan nada yang halus dan lemah lembut.
Dalam ayat yang lain Allah swt. Berfirman.
Artinya: “ dan orang yang berkata kepada dua orang ibu bapaknya: "Cis bagi kamu keduanya, Apakah kamu keduanya memperingatkan kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan, Padahal sungguh telah berlalu beberapa umat sebelumku? lalu kedua ibu bapaknya itu memohon pertolongan kepada Allah seraya mengatakan: "Celaka kamu, berimanlah! Sesungguhnya janji Allah adalah benar". lalu Dia berkata: "Ini tidak lain hanyalah dongengan orang-orang dahulu belaka".
Dari ayat di atas bisa kita simpulkan bahwa kita dilarang mendurhakai kedua orang tua kita karena “ Ridldo Allah terdapat pada ridlo kedua orang tua kita dan murka Allah terdapat pada murka orang tua kita ”, untuk itu sikap kita harus berhati-hati jangan sampai menimbulkan kemurkaan terhadap orang tua kita. Marilah kita ciptakan kehidupan dalam keluarga yang harmonis, penuh dengan nuansa ibadah dan prilaku yang berakhlakul karimah.
Dalam mendidik akhlak anak haruslah dengan penuh kesabaran dan penuh kehati-hatian, jangan sampai kita keliru dalam mendidik akhlak anak. Ketika nabi Ibrohim masih kecil, berdialog kepada ayangnya tentang Tuhan. Dan kesimpulanya bahwa Tuhan telah memberi petunjuk kepada manusia bahwa memperTuhan benda adalah sangat keliru.
Dengan demikian, dunia anak sangat penting diperhatikan. Apabila keliru dalam mendidik akhlak anak, bisa jadi dunia anak tidak akan mengenal akhlak yang lebih lanjut anak dapat melakukan perbuatan yang abnormal kriminalitas dan lain sebagainya. Contoh dalam pendidikan akhlak, apabila anak-anak sekolah berdusta di dalam segala apa yang mereka bicarakan, didukung para gurunya juga berdusta dalam mengajar dan segala pembicaraanya, maka masyarakat(anak-anak) tidak dapat berujud. Dan apabila dunia anak terancam demikian, masyarakat yang akan datang tidak dapat berujud karena adanya tiap-tiap yang dibicarakan menjurus dusta. Dan yang membekas dan berujud pada masyarakat yang rusak dan rendah martabatnya.
Maka model mendidik akhlak anak, tidak langsung berkata itu baik, atau itu buruk, apabila seorang anak baru saja belajar membaca, menurut kita itu jelek/ buruk namun kita tidak seharusnya berkata demikian. Sebab dapat menyakiti hati dan patah semangat. Tetapi kita beri semangat dan dorongan yang dapat dapat memacu dan bergiatnya si anak.
Selain dari pada itu, kisah Luqman yang diberi hikmah oleh Allah. Hal ini dijelaskan di dalam surat Luqman : 12 :
Artinya: “dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji".
Kelanjutan kisah Luqman yang termuat dalam ayat di atas, bahwa beliau menasehati dan member pesan kepada generasi selanjutnya (anak-anak) untuk mewarisi nilai-nialai akhlak sebagai berikut :
a)        Dilarang berbuat syirik (menyekutukan ) Allah (Luqman : 13)
b)        Kewajiban berbakti kepada kedua orang tua (Luqman :14)
c)        Keharusan tetap berbakti kepda kedua orang di dunia saja, karena kesyirikan mereka (Luqman : 15)
d)       Perintah menegakan solat, amar ma’ruf, nahi mungkar dan sabar (Luqman 17)
e)        Tidak boleh bersifat sombong, angkuh dan membanggakan diri sendiri ( Luqman : 18)
f)         Perintah bersikap sopan santun dalam berjalan atau berbicara (Luqman : 19)
Di dalam kitab “Durratun Nasihin” dijelaskan bahwa ada 10 (sepuluh) hak yang harus ditunaikan akan kepada kedua orang tuanya :
a.         Memberikan makan apabila dibutuhkan
b.        Memberi pengabdian apabila diperlukan
c.         Mendatangi apabila dipanggil
d.        Menaati apabila diperintah selain maksiat
e.         Berbicara dengan lemah lembut dan tidak kasar
f.         Memberikan pakaian bila diperlukan, sedang ia mampu
g.        Berjalan dibelakangnya
h.                                                                  Mengusahakan kerelaanya, dengan suatu yang dia sendiri rela
i.                                                                    Menjauhkan daripadanya sesuatu yang dia sendiripun menjauhiya
j.                                                      Berdoa untuknya dengan memohonn ampunan setiap ia mendoa untuk dirinya sendiri.[2]
Demikianlah beberapa hal tentang kewajiban seorang anak terhadap kedua orang tuanya. Jadilah anak yang berbakti kepada kedua orang tuanya dan jangan sampai kita menjadi anak yang durhaka.
Banyak cerita maupun dongeng tentang anak durhaka yang berani terhadap kedua orang tuanya. Namun tidak pernah ada cerita tentang anak durhaka tersebut mendapat kehidupan yang mulia dan bahagia. Hidupnya akan sengsara, penuh derita baik di dunia maupun kelak di akhirat. Orang bilang “Ala-ala wong tuwo melati”keadaan fisik orang tua memang sudah renta dimakan usia, rupanya jelek, namun ucapanya memiliki tuah yang mustajab bagi anaknya.[3]
Sebaliknya banyak juga kisah tentang anak sholeh yang pada akhirnya mendapatkan kebahagiaan di dunia dan di akhirat karena ketaatan dan kasih sayangnya kepada kedua orang tuanya.
Diceritakan bahwa Nabi Musa As. Berkata demikian : “ Ya Tuhanku, tunjukanlah kepada saya teman saya di dalam sorga !” Firman Allah ta’aalaa : “ pergilah engkau musa, ke negeri ini, di pasar ini, maka disitulah ada seorang laki-laki penjual daging yang wajahnya seperti demikian, itulah temanmu di dalam surga.” Nabi Musa As., pun pergi ke took/warung yang telah ditunjukan kepadanya, dan berdiri di tempat itu sampai tenggelam mata hari.
Penjual daging itu mengambil sepotong daging dan melemparkan /memasukanya kedalam bakul dan ketika hendak pulang, Nabi Musa berkata kepadanya :” Apakah engkau mempunyai  tamu? Penjual daging itu menjawab “ya”. Maka Nabi Musa As., pergi bersamanya sehingga masuk di rumahnya. Penjual daging taddi berdiri dan masak gulai yang enak, lezat dari daging tersebut, kemudian ia mengeluarkan bakul yang di dalamnya ada seorang wanita tua Bangka lagi lemah sekali sehingga seperti anak burung merpati. Penjual daging itu mengeluarkan si wanita tua tadi sambil menjunjungnya, dan menaruhkan makanan dimulutnya sehingga kenyang. Kemudian penjual daging itu mencuci pakaianya dan menjemurnya sehingga kering serta memakaikanya kembali dibakul seperti semula. Wanita tua tersebut menggerak-gerakan dua bibirnya. Nabi Musa As., berkata :” Sungguh saya mengetahui dua bibirnya mengucapkan “, : “ Ya Allah, jadikanlah anakku ini teman bagi Musa di dalam surga. “
Kemudian penjual daging itu mengambil situa tadi dan menggantungkanya pada sebatang kayu. Nabi Musa As., bertanya : “ Apakah yang telah engkau perbuat ?” Kata penjual daging itu :” Ini adalah Ibuku yang sudah lemah lunglai, sehingga tidak mampu duduk.” Kata Musa As., : “ Engkau berbahagia, saya adalah Musa dan engkau adalah menjadi temanku di dalam surga ; semoga saja Allah memudahkan pertemuan kita di dalam surga dengan sebab kemuliaan asma Nya yang indah dan sebab kemuliaanya manusia yang paling utama (Nabi Muhammad saw.) [4]
Kisah tersebut bisa dijadikan sebagai Ibroh buat kita agar lebih memuliakan terhadap kedua orang tua kita apapun keadaanya. Ingatlah bahwa doa yang dipanjatkan orang tua kita akan di dengan dan dikabulkan oleh Allah swt., sebagaimana yang telah dikisahkan dalam cerita di atas.
Jika seorang anak mengerti akan tugas dan kewajibanya terhadap kedua orang tuanya, maka bisa dikatakan anak tersebut adalah  anak yang solih. Akan tetapi apabila sebagai seorang anak tidak mampu menjalankan kewajibanya terhadap kedua orang tuanya bahkan berbuat aniaya serta menyakiti hati mereka maka bisa dikatakan anak tersebut sebagai anak yang durhaka yang akan mendapatkan balasan dari Allah berupa adzab yang pedih (naudzubillahi min dzalik).
Dengan demikian diperlukan berbagai upaya untuk membentuk akhlak anak agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, tahu hak dan kewajibanya, memiliki kepribadian yang baik dan mampu menjadi hiasan dan dalam keluarga. Anak juga diharapkan bisa mengharumkan nama orang dengan berperilaku baik di dalam lingkungan keluarga maupun masyarakat patuh dan taat menjalankan perintah agama.


[1] . Ridla Baiquni, Muhammad, “ Orang yang Bangkrut Dunia Akhirat”, Jombang, Lintas Media. Hlm. 151-152
[2] . Drs. H.A. Mustofa, 1999, “ Ahlak Tasawuf “, Bandung, CV Pustaka Setia. Hlm. 162-163
[3] . H.S, Koesman, 2008, “ Etika dan Moralitas Islami” Semarang, Pustaka Nuun, hlm. 46

[4] . Usman Alkhaibawi, “ Durratun Nasihin (Mutiara Mubaligh), Semarang, Al Munawar, hlm. 192