Kamis, 01 Agustus 2013

HAKEKAT ILMU DAN AMAL

Ilmu berasal dari kata  عَلّمَ-يَعْلَمُ-عِلْماًmerupakan salah satu sifat Allah swt.,  yang berarti mengetahuai, maksud dari ’ilmu’ atau ‘ilman’  secara luas adalah mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan amal perbuaan manusia. Pada kajian ini penulis membatasi hanya pada ‘Ilmu Agama’ (ulumuddin). Ilmu agama merupakan suatu yang sangat penting bagi kehidupan manusia  di dunia, dengan ilmu agama manusia mampu mengenal Allah swt., dengan segala bentuk kewajiban yang harus kita laksanakan kepada-Nya.
Di dalam Al-Qur'an terdapat banyak dalil atas keutamaan ilmu. Di antaranya, firman Allah swt.,
Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.’ (QS. Al- Mujadilah : 11)
Ayat di atas menerangkan kedudukan orang yang berilmu dan beramal. Orang yang berilmu akan diangkat derajatnya oleh Allah swt., maksudnya dengan ilmu manusia mampu memahami apa yang harus dikerjakan dan diperbuat, apabila ia melakukan segala sesuatu berdasarkan ilmu maka kemudahan-demi kemudahan akan ia dapati, pekerjaan yang sulit akan terasa mudah dan yang paling penting adalah dengan ilmu manusia mampu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.
Disinilah Allah swt., akan mengangkat derajat seseorang, karena pada hakekatnya semua yang kita lakukan ada aturanya dan tidak bisa berbuat sekehendak sendiri walaupun menurut kita benar tetapi belum tentu benar menurut Allah swt. Ilmu merupakan jendela untuk membuka tabir kegelapan kehidupan umat manusia, dengan ilmu manusia memiliki derajat, dengan ilmu manusia berpotensi untuk menjadi makhluk yang mulia dihadapan Allah swt., dan makhluk Allah lainya.
Dalam ayat yang lain Allah swt., berfirman :
Artinya : “ (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. (QS.Az- Zumar : 9)
Antara orang yang berilmu dan orang yang tidak berilmu tidak sama, perbedaanya terletak dimana? Ibnul Qoyyim dalam kitab Al-Ilmu menerangkan beberapa perbedaan orang berilmu dengan orang yang tidak berilmu yaitu sebagai berikut :
1.    Orang bodoh bagaikan orang yang buta, sementara orang berilmu bagaikan orang yang bisa melihat dengan baik
2.    Orang yang berilmu adalah orang yang kuat dan tangguh, sementara orang bodoh adalah orang yang lemah
3.    Allah memuliakan orang yang berilmu, dan menghina serta merendahkan orang yang bodoh
4.    Ilmu adalah kehidupan dan cahaya, sementara kebodohan adalah kegelapan dan sumber kebinasaan
5.    Orang berilmu adalah salah satu sifat ahli surga, sementa kebodohan adalah salah satu sifat ahli neraka. (dikutip dari : Heru Widodo, LC.)
Demikian sangat jelas sekali perbedaan antara orang yang berilmu dengan orang yang bodoh. Kedudukanya pun sangat berbeda, yang satu mulia dan yang satunya lagi memiliki kedudukan yang rendah. Ilmu merupakan pancaran ‘nur’ Illahiyah yang dapat dikaji melalui Al-Qur'an dan Sunah,  pada keduanya terpancar berbagai petunjuk bagi umat manusia berupa pemahaman mengenai akidah, akhlak, fikih, Muamalah, syareat, kabar tentang akhirat, surga dan juga neraka.
Petunjuk yang diberikan oleh Allah swt., melalui ilmu pada hakekatnya merupakan sebuah ruang bagi manusia untuk berusaha dan berikhtiyar. Ilmu tidak datang begitu saja melainkan harus dicari dan dikaji dengan penuh kesungguhan. Oleh karena itu Rasulullah saw. Bersabda : “ mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi umat Islam baik laki-laki maupun perempuan” (al- Hadits). Kewajiban ini tidak hanya ditujukan kepada pelajar tetapi seluruh umat manusia, laki-laki, perempuan, besar, kecil, tua, muda, kaya maupun miskin semua tidak luput dari perintah untuk menuntut ilmu.
Al-Ghazali menyatakan bahwa ilmu itu banyak macamnya, dan yang paling berjasa untuk menuntun  pada kebahagiaan akhirat adalah seperti ilmu syari’at, tafsir, ilmu hadits, membaca Al-Qur'an dan menghafalkan wiridan-wiridan dan yang telah tertulis dalam kitab ihya’.[1] Ilmu tersebut wajib dipelajari sebagai pembuka jalan untuk menemukan kebahagiaan di akhirat. Selain ilmu tersebut menurut al-Ghazali ada beberapa ilmu yang berbahaya untuk dipelajari, seperti mengamalkan sihir dan perdukunan. Mencelup tembaga kemudian mengubahnya menjadi perak imitasi lalu menjualnya.[2] Adapun mempelajari ilmu kedokteran merupakan sesuatu yang diperbolehkan, demikian juga ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi manusia, seperti ilmu perindustrian, perdangangan, pertahanan, dan ilmu lainya yang membawa kebaikan bagi umat manusia.
Ilmu erat kaitanya dengan amal, amal merupakan perbuatan manusia yang bernilai ibadah di hadapan Allah swt., namun demikian ada juga amal perbuatan yang tidak bernilai ibadah bahkan menimbulkan dosa seperti mencuri, berjudi, korupsi dan lain sebagainya.
Segala amal perbuatan manusia di dunia akan dihisab oleh Allah swt., sebesar maupun sekecil apapun. Allah swt., berfirman :
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya. dan Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya Dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. Al- Zalzalah ; 7-8)
Dalam Ayat yang lain Allah swt., berfirman
Artinya:” kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; Maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS.at – Tin: 6 )
Ayat di atas menerangkan tentang balasan bagi orang beramal soleh yaitu pahala yang tidak ada putus-putusnya walaupun orang tersebut sudah meninggal dunia. Sebagai contoh; orang yang menyedekahkan sebagian hartanya untuk membangun tempat ibadah maka pahalanya akan tetap mengalir selagi tempat ibadah tersebut masih difungsikan untuk beribadah kepada Allah swt.
Amal perbuatan manusia sangat bergantung pada niatnya, niat merupakan  penentu amal seseorang untuk itu sebelum melakukan sesuatu hendaknya kita luruskan niat karena Allah swt., bukan karena yang lainya. Dengan demikian jadilah orang yang berilmu dan beramal dengan mengharapkan keridloan Allah swt., agar bisa mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Gudep MTs N Model Purwokerto


[1] . Imam Al-Ghazali, M. Alaika Salamulloh, “Beruntung Dunia Selamat Akhirat”, Yogyakarta, Mitra Pustaka, hlm. 211
[2] . Imam Al-Ghazali, M. Alaika Salamulloh, “Beruntung Dunia Selamat Akhirat”, Yogyakarta, Mitra Pustaka, hlm. 213

Tidak ada komentar:

Posting Komentar